Senin, 07 September 2015

DOUBLE S EXPEDITION: Pendakian Sindoro Sumbing (1/2)

Sepasang gunung kokoh berhadapan bagai menara kembar yang terletak di perbatasan Kabupaten Wonosobo dan Temanggung Jawa Tengah tersebut dikenal dengan nama Gunung Sindoro (Sundoro) dan Gunung Sumbing. Masing-masing memiliki ketinggian 3.153 mdpl dan 3.371 mdpl. Kedua gunung ini hanya dipisahkan jalan raya yang menghubungkan Kota Wonosobo dan Kota Temanggung. Karena itu akses menuju kedua gunung ini sangat mudah, sehingga banyak pendaki memutuskan untuk menaklukkan keduanya sekaligus, yang dikenal sebagai ekspedisi "Double S".

Menurut legenda setempat, kedua gunung ini adalah sepasang suami istri. Gunung Sumbing sebagai suami, dan Gunung Sindoro sebagai istrinya. Asal nama Sindoro pun berasal dan kata Si Ndoro yang berarti si wanita. Di punggung Gunung Sindoro menempel sebuah gunung yang dikenal sebagai Gunung Kembang dan dipercaya sebagai ‘putri’ dari kedua gunung tersebut. Terlepas dari legenda tersebut, memang merupakan sensasi tersendiri jika berhasil menaklukkan keduanya sekaligus. Karena letaknya di tengah-tengah Provinsi Jawa Tengah, maka para pendaki dapat menyaksikan gugusan gunung berapi di Pulau Jawa. Dari puncak Gunung Sindoro maupun Gunung Sumbing dapat disaksikan megahnya Gunung Slamet di arah Barat, Gunung Ciremai di Barat Laut, Gunung Merbabu dan Merapi yang senantiasa mengepulkan asap di sebelah Timur, serta Gunung Lawu di Timur jauh.

Musim pendakian terbuka sepanjang tahun. Paling ramai biasanya berkisar saat liburan di bulan Juli hingga September. Namun pendaki harus ekstra hati-hati pada musim hujan karena di kedua gunung tersebut sering tenjadi badai angin, terutama di Gunung Sumbing. Ada waktu-waktu tertentu ketika kedua gunung tersebut ramai didaki. Gunung Sindoro ramai didaki pada 1 Suro dalam kalender Jawa, sedangkan gunung Sumbing biasanya ramai dipadati pendaki pada 21 Ramadhan kalender Islam. Menurut warga lokal, hal ini telah menjadi ritual adat turun temurun.
HOW TO GET THERE
Bagi yang berasal dari Jakarta, dapat menggunakan bus dengan tujuan Temanggung atau Wonosobo. Kemudian dilanjutkan naik bus kecil jurusan Wonosobo-Temanggung-Magelang. Bagi yang memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi, akan lebih mudah. Tinggal mengikuti petunjuk jalan yang ada. Namun harus memperhatikan stamina, karena pendakian kedua gunung ini akan menguras tenaga. Untuk menjaga stamina, sebaiknya menyiapkan waktu lebih lama untuk me-recharge tenaga. Kita bisa menyewa penginapan di kota atau memutuskan langsung menginap di basecamp. Semua tergantung pilihan dan kondisi keuangan yang ada.
kunjyngi juga

GUNUNG SINDORO

Untuk mendaki Gunung Sindoro pertama-tama kita harus melapor ke basecamp di Desa Kledung, di sisi kiri jalan dari arah Wonosobo. Kledung terkenal dengan perkebunan tembakaunya. Saat musim panen, hampir di setiap teras rumah terdapat daun tembakau yang sedang dikeringkan. Air adalah hal yang sangat vital dalam pendakian Sindoro, karena tiadanya sumber mata air hingga ke puncak. Sangat disarankan untuk menyetok persediaan air sebanyak mungkin dari basecamp. Trik lain untuk menghemat air adalah berjalan pada malam hari, sebab Gunung Sindoro terkenal gersang, ditambah dengan trek ladang tembakau yang tidak terlindung pohon.

Dari ujung perkebunan warga menuju Pos I vegetasi berupa semak, namun jalur masih terbilang landai dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Jika melakukan pendakian malam hari, jalur dari Pos I ke Pos II sering menyesatkan, karena terdapat persimpangan (yang benar adalah jika menemui jalur yang sedikit menurun, tapi tak lama kemudian menanjak kembali). Perjalanan dari Pos I ke Pos II sekitar 1,5 jam. Perjalanan baru mulai terasa mendaki selepas Pos II. Vegetasi cemara dan kaliandra mulai mendominasi. Di jalur ini, ada sebuah batu besar seperti tembok, tanda dimulainya trek batu yang sangat terjal dan menguras tenaga. Pos III berupa lapangan sangat luas, bisa menampung banyak tenda. Tapi keadaannya yang terbuka membuat angin terasa sangat kencang. Tidak mustahil tenda bisa terbang jika kosong dan tidak dipancang dengan kuat. Biasanya pendaki meninggalkan peralatan dan tenda mereka di pos ini (sebagal checkpoint) dan mendaki ke puncak hanya membawa peralatan pribadi, air, dan makanan kecil. Hal ini dilakukan untuk menghemat tenaga dan waktu.

Dari Pos III, vegetasi hutan kaliandra (lamtoro gunung) mendominasi kembali. Konon, dulu dari Pos III adalah pintu masuk Hutan Raya Sindoro. Puncak Gunung Sumbing di seberang terlihat sangat jelas dari Pos III. Puncak Sindoro sendiri tidak terlihat, hanya puncak bayangan yang terlihat. Kering, gersang, dan berbatu. Seperti itulah gambaran jalur pendakian menuju puncak pada umumnya. Trek hutan kaliandra sangat singkat, kemudian vegetasi hanya berupa perdu. Keadaan jalur lumayan terjal, tetapi masih ada landainya sesekali. Dari sini jangan tertipu dengan puncak yang ada di depan mata, itu adalah puncak bayangan. Terhitung ada tiga puncak bayangan di Gunung Sindoro ini. Setelah melewati dua puncak bayangan, kita akan menemui vegetasi Perdu Edelweiss, yang biasa tumbuh di ketinggian 2.000 meter. Dari padang Edelweiss, puncak tidaklah jauh.

Ketika sampai di Puncak Sindoro, yang pertama terlihat pastilah kawah mati. Kaldera Sindoro terbilang kecil, hanya butuh kurang dari setengah jam untuk berjalan mengitarinya dan tidak terlalu dalam sehingga dapat dituruni. Di musim hujan, kawah dipenuhi air bagai kolam renang yang airnya dapat diminum (tidak mengandung belerang). Di kawah ini banyak batu yang disusun nama-nama orang yang sudah sampai di puncak. Di sebelah utara kawah, terdapat sebuah dataran berpasir seluas dua kali lapangan bola yang dinamakan "Segoro Wedi". Bisa saja dipakai sebagai tempat menginap, tetapi tidak akan terbayangkan betapa kencang anginnya. Dari puncak, jika langit cerah, kita dapat menyaksikan puncak Sumbing yang memang berhadapan di sebelah selatan. Belum lagi pemandangan di atas awan yang rasanya membuat kaki ini tidak mau turun lagi ke bawah. Rasa lelah pun hilang seketika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar